2
November 2007
Menelusuri Jejak Capres
AS Barack Obama di SD Menteng, Jakarta
Sabtu, 27
Januari 2007
Aktif
Pramuka, Cuek Dijuluki si Lentik Barry
Menelusuri Jejak Capres AS Barack Obama di SD Menteng, Jakarta
Barack Obama, orang kulit hitam pertama yang kini dijagokan
jadi calon presiden Amerika Serikat pada Pemilu 2008, dikenang
oleh guru dan teman-temannya di SD Menteng, Jakarta, sebagai
murid bertangan kidal yang cerdas.
JUMAT pagi yang cerah, media ini disambut tawa anak-anak
berlarian di SDN 1 Menteng, Jakarta Pusat. Tampak anak-anak
berumur enam tahunan mengenakan baju Muslim. Yang laki-laki
mengenakan peci dan baju koko, sementara yang putri mengenakan
jilbab. Lho? Itu sekolah Islam? Bukan, itu sekolah umum
berstatus negeri sejak 1970. Tiap Jumat, anak sekolah mengenakan
pakaian Muslimah, termasuk yang beragama non-Muslim.
Tak lama kemudian, seorang anak bernama Timothy menyapa.
“Saya mau seperti Obama (Barack Obama),” katanya sambil tertawa
dan disambut riang gembira anak-anak yang lain.
Ternyata mereka semua sudah tahu kalau calon Presiden AS pada
pilpres 2008 pernah bersekolah di SDN 1 Menteng. Timothy
mengantar Indo.Pos menemui Wakil Kepala Sekolah Akhmad Solikhin
di kantornya. Akhmad tengah menerima kunjungan dari Kedutaan
Besar Amerika Serikat. Setelah menunggu beberapa jam, akhirnya
rombongan Kedubes berlalu.
Akhmad mengatakan sejak tersiar
berita Barack Obama pernah bersekolah di Jakarta, publik dunia
menyoroti sekolah yang dulu bernama Carpentier Alting Stichting
Nassau School itu. Termasuk Kedubes AS ikut menyorot. Dikatakan,
mereka mau memberikan sumbangan besar untuk peningkatan mutu dan
kualitas murid, guru, serta fasilitas sekolah.
“Selama tidak ada unsur politik, kami selalu terbuka,”
katanya. Toh, selama ini SD tersebut sudah menjalin kerja sama
dengan Seameo Center-Bangkok, bahkan ada program Homestay di
Australia akhir Febuari tahun ini. “Kami sering mengirimkan
murid, dan guru ke Bangkok untuk studi banding,” papar Akhmad.
Akhmad menunjukkan satu per satu orang-orang terdekat Barry-sapaan
akrab Barack Obama semasa sekolah. Mulai dari kepala sekolah,
guru, senior, sampai penjual kios permen dan jajanan langganan
Barry. Sayang, kepala sekolah bernama Samingatun Hardjodarsono
sudah meninggal dunia. Masa jabatannya 1958-1971.
Tetapi, media ini berhasil menelusuri gurunya yang pernah
menjabat kepala sekolah bernama Tine Hahiyary (periode
1971-1989). “Waktu itu saya tidak jadi guru Barry, tapi dia
melekat dalam ingatan saya,” kata Tine, usianya kini menjelang
80 tahun. Guru yang mengajarnya sudah meninggal dunia bernama
Hendri.
Tine mengatakan beberapa waktu lalu sempat bertemu Oni Padmo
Sumasto yang merupakan teman sebangku Barry di kelas 4. Menurut
Oni yang kini menjadi Wakil Sekjen Ikatan Mobil Indonesia (IMI),
meski teman sebangku, dia tak begitu kenal Barry.
“Kami hanya sebatas teman, tentang kehidupan pribadinya, saya
tidak tahu,” tutur Tine menirukan penuturan Oni. Pernyataan yang
sama diungkapkan pula oleh senior Barry bernama Bandung
Winardiyanto. Bandung di kelas enam dan Barry kelas empat.
Dia menceritakan sosok kepemimpinan Barry memang sudah
terlihat sejak bergabung dengan Pramuka sekolah. Pertama datang
ke SDN 1 Menteng, Barry tidak bisa bahasa Indonesia. “Dia
diantar ibunya, orang bule,” kenang Bandung. Karena teman-teman
satu kelas tidak ada yang bisa bahasa Inggris, Barry pun
kesulitan berkomunikasi. Layaknya siswa baru yang “antik”, pria
kelahiran 4 Agustus 1961 itu kerap jadi bulan-bulanan teman
sekolah.
“Dia (Barry) dijulukin Si Lentik Barry karena bulu matanya
lentik sekali, rambutnya keriting khas orang Afrika,” ceritanya.
Selain itu, Si Lentik pun dijuluki Si Hitam karena kulitnya
berwarna gelap. “Tapi dia sih cuek aja dibilang gitu,” kata
Bandung tertawa.
Pria yang kini bekerja sebagai technical leader perusahaan
konsultan di Jakarta itu juga mengatakan Barry yang sekarang
berbeda dengan dulu. Barry kecil memiliki pipi montok, dan
tubuhnya subur. “Lucu banget deh, sekarang kan langsing,” kata
Bandung.
Meski tak bisa bahasa Indonesia
lancar, Barry mudah bergaul dengan teman-teman seangkatan bahkan
seniornya. Kenangan terindah bersama Barry ketika camping di
sekolah. “Kami senior dan junior menjabat sebagai Pramuka
penggalang,” ungkapnya. Kegemaran Barry main tali-temali dan
lomba lari. “Pokoknya anaknya tak bisa diam, hiperaktif dan
sering bertanya,” terang Bandung. Barry juga sering didaulat
menjadi pemimpin regu.
“Dia tak pernah memilih-milih teman sampai suka jajan di kios
Kamid,” ceritanya. Kios Kamid berdiri sejak tahun 60-an menjual
permen, ciki-cikian (sejenis makanan ringan), dan cokelat. “Kami
sering jajan bareng,” katanya.
Sekarang, kios Kamid yang berada di pojok sekolah bergeser ke
lorong samping kiri sekolah karena tempatnya dulu dibuat kantin
sekolah. Penjualnya pun sudah berganti keponakan Kamid, karena
dia sudah meninggal di usia 80 pada 2004 lalu. “Waktu saya dan
paman jualan, saya seumur Barry,” kata Tauhid.
Bersama anak kandung Kamid bernama To’ib, Tauhid sering
menemani Barry ngemil ciki-cikian dan permen sambil menunggu ibu
Barry menjemput. “Dia supel, gemar bergaul, nggak pernah
membedakan orang miskin dan kaya,” tuturnya.
Mengenai agama yang dianut sang senator AS, Akhmad Solikhin,
wakil kepala SDN 1 Menteng, tidak yakin Barry beragama Islam.
“Dia (Barry) memang terdaftar berstatus Islam, tapi ya juga
Kristen,” katanya heran. Tetapi, menurut Tine sang guru, Barry
mengikuti pelajaran agama Islam semasa sekolah. Gurunya bernama
Maimunah tinggal di daerah Puncak, Kabupaten Cianjur. “Saya
ingat dia pernah belajar mengaji,” kata Teni.(M. Arsal Sahban,
Jakarta)
|